Rabu, 09 November 2011

Sejarah Qurban

SEJARAH QURBAN


Kurban wajib bagi orang yang mampu atau berkecukupan tapi bila tidak melaksanakan kurban, Nabi Muhammad SAW mengingatkan : "Barang siapa yang sudah mampu dan mempunyai kesanggupan tapi tidak berkurban, maka dia jangan dekat-dekat  kemushallahku " Hadis tersebut merupakan sindiran bagi orang-orang yang mampu dan  banyak harta tapi tidak mau berkurban.
Sejarah qurban itu dibagi menjadi tiga, yaitu : zaman Nabi Adam As; zaman Nabi Ibrahim As; dan pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Pertama pada zaman Nabi Adam As. Qurban dilaksanakan oleh putra-putranya yaitu bernama Qabil dan Habil. Kekayaan yang dimiliki oleh Qabil mewakili kelompok petani, sedang Habil mewakili kelompok peternak. Saat itu sudah mulai ada perintah, siapa yang memiliki harta banyak maka sebagian hartanya dikeluarkan untuk qurban.
Sebagai petani si Qabil mengeluarkan kurbannya dari hasil pertaniannya dan sebagai
peternak si Habil mengeluarkan hewan-hewan peliharaanya untuk kurban, untuk siapa
semua itu diqurbankan, padahal waktu itu manusia belum banyak. Diterangkan dalam
sejarah, harta yang diqurbankan itu disimpan di suatu tempat yaitu di Padang Arafah
yang sekarang menjadi napak tilas bagi para jemaah haji.

Baik buah-buahan yang diqurbankan si Qabil maupun hewan ternak yang diqurbankan si
Habil, dari kedua orang tersebut mempunyai sifat berbeda. Si Habil mengeluarkan hewan
diqurbankan dengan tulus ikhlas. Dipilih hewan yang gemuk dan sehat, dan dia taat
terhadap petunjuk ayahnya Nabi Adam.Berbeda dengan si Qabil, Dia memilih buahbuahan
yang jelek-jelek dan sudah afkiran.

Ketika keduanya melaksanakan qurban, ternyata yang habis adalah qurban yang
dikeluarkan oleh si Habil sementara buah-buahan yang dikeluarkan si Qabil tetap utuh,
tidak berkurang. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 27 :
"Ceritakan kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah
seorang dari meraka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil), Ia berkata :
"Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil " Sesungguhnya Allah hanya menerima
(kurban) dari orang-orang yang bertakwa".

Kurban si Habil di terima Allah SWT karena dia mengeluarkan sebagian hartanya yang
bagus-bagus dan dikeluarkan dengan tulus dan ikhlas. Sementara si Qabil mengeluarkan
sebagian harta yang jelek-jelek dan terpaksa. Oleh karena kurban tidak diterima Allah.
Akhirnya si Qabil menaruh dendam kepada si Habil. Berawal dari perebutan calon
istrinya, dimana peraturan waktu itu dengan sistem silang.

Kedua, pada zaman Nabi Ibrahim As. Dikisahkan dalam Al-Qur'an surat Ash-Shafaat
ayat 100-111 yang menceritakan mengenai qurban dan pengorbanan. Ketika Nabi

Ibrahim berusia 100 tahun beliau belum juga dikaruniai putra oleh Allah dan beliau selalu
berdoa: Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang saleh" (Q.S>37:100)

Kemudian dari istrinya yang kedua yakni Siti Hajar yang dinikahinya ketika Nabi
Ibrahim mengadakan silaturahmi ke Mesir (setiap kedatangan pembesar diberi hadiah
seorang istri yang cantik oleh pembesar Mesir).Dari Siti Hajar lahirlah seorang putra
yang kemudian diberi nama Islam, ia lahir di tengah-tengah padang pasir yang disebut.
Bahkan kemudian dikenal dengan Mekkah.

Pada saat Nabi Ibrahim diberi petunjuk oleh Allah, agar meninggalkan istrinya Siti Hajar
dengan seorang putranya yang dari lahir dan ia disuruh menemui istrinya yang
pertamanya yakni Siti Sarah yang berada di Yerussalem kota tempat Masjidil Agsho.
Beliau meninggalkan beberapa potong roti dan sebuah guci besiris air untuk Siti Hajar
dan Ismail.

Pada waktu Siti Hajar kehabisan makanan dan air, ia melihat disebelah timur ada air yang
ternyata adalah fatamorgana yaitu di Bukit Sofa. Di situ Ismail ditinggalkan dan Siti
Hajar naik Kebukit Marwah serta kembali ke Sofa sampai berulang tujuh kali, tapi tidak
juga mendapatkan air sampai ai kembali ke Bukit Marwah yang terakhir. Ia merasa
khawatir terhadap anaknya barangkali Ismail kehausan dilihat kaki Ismail bergerak-gerak
diatas tanah dan tiba-tiba keluar air dari dalam tanah. Siti Hajar berlari kebawah sambil
berteriak kegirangan :"zami-zami?" itulah kemudian

menjadi sumur Zam-Zam itulah kemudian menjadi sumur Zam-zam. Di situlah Siti Hajar
dan Nabi Ismail di padang pasir yang kering kerontang yang ditinggalkan oleh Nabi
Ibrahim dan ditempat itulah Allah SWT. Menetapkan sebagai tempat ibadah haji.

Allah SWT, berfirman dalam surat Al-Hajj : 27 : "Dan berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan Haji, niscaya akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai
onta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh".

Memang sudah disiapkan oleh Allah, disana tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada
gunung berapi yang menyebabkan ada sumber kehidupan tapi atas kehendak Allah maka
jadilah sumur "Zam-zam"."Nabi Ismail ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim yang berada di
Yerusalem sampai Nabi Ismail menjelang remaja. Kemudian di Yerusalem ternyata Siti
Sarah hamil yang melahirkan seorang putra yang diberi nama Iskhak. Nabi Ibrahim
diperintahkan lagi oleh Allah untuk kembali ke Mekkah untuk menengok istri dan
anaknya yang pertama yaitu Nabi Ismail, yang rupanya sudah mulai besar. Dalam suatu
riwayat kira-kira berusia 6-7 tahun. Sejak dilahirkan sampai besar itu Nabi Ismail
menjadi kesayangan. Tiba-tiba Allah memberi ujian kepadanya, sebagaimana firman
Allah dalam surat Ash Shaffaat : 102 : "Maka tatkala sampai (pada usia sanggup atau
cukup) berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata : Hai anakku aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pemdapatmu " Ia menjawab:
"hai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaallah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".


Asbabun Nujul atau latar belakang sejarahnya ketika nabi Ibrahim bermimpi (ruyal Haq).
Dalam impiannya ia mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi
Ismail dan sampai di Mina beliau menginap, beliau mimpi yang sama. Demikian juga
ketika di Arafah malamnya di Mina, masih bermimpi yang sama juga. Betapa ujian Berat
kepada Nabi Ibrahim as. Supaya menyembelih putra kesayangannya. Itulah yang
dijelaskan dalam surat Ash-Shaffaat ayat 102.

Setelah terjadi dialog dengan putranya. Ibrahim mengajak putranya Nabi Ismail, kira-kira
antara ratusan meter dari tempat tinggalnya (Minah), baru lebih kurang 70-80 meter
berjalan, setan menggoda istrinya Siti Hajar: "Ya Hajar! Apakah benar suamimu yang
membawa parang akan menyembelih anakmu Ismail yang sedang tumbuh dan
menggemaskan itu?". Akhirnya Siti Hajar, sambil berteriak-teriak: "Ya Ibrahim, ya
Ibrahim mau dikemanakan anakku?" Tapi Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah
Allah SWT, ditempat itulah dimana pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah bagi jemaah haji
disuruh melempar batu dengan membaca : Bismillahi Allahu Akbar. Hal tersebut
mengandung arti bahwa kita melempar setan atau sifat-sifat setan yang ada di dalam diri
kita. Akhirnya tibalah mereka di Jabal Qurban kira-kira 200 meter dari tempat tinggal
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, sebagaimana di firmankan oleh Allah didalam surat ASH-
Shaffaat ayat 103-107: "Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya kamu telah membenarkan
mimpi itu, sesungguhnya

demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik". Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan
yang besar ".

Dan yang ketiga, dalam Zaman Nabi Muhammad SAW. Masalah kurban diceritakan
kembali yaitu di dalam surat Al-Kautsar ayat 1-3 "Se-sungguhnya Kami telah
memberikan kepadanya nikmat yang banyak, Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu,
dan Berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang
terputus".

Berbicara tentang kenikmatan, Allah mengingatkan: "Dan jika kamu menghitung nikmat
Allah, tiadalah dapat kamu mengitungnya" (QS:Ibrahim: 34). Oleh karena itu berkaitan
dengan ibadah kurban yang sudah ada sejak Nabi Adam, Nabi Ibrahim dan Nabi
Muhammad Saw. Allah berfirman: "Dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan
berqurbanlah", Sholat merupakan hubungan vertikal dengan Allah untuk mensyukuri
nikmat Allah. Hubungan antara sesama manusia secara horisontal diwujudkan bahwa
setelah shalat Idul Adha yaitu dengan berkurban memotong hewan ternak berupa
kambing atau sapi untuk dibagikan kepada fakir miskin.

Kita biasanya serius ketika beribadah langsung dengan Allah tapi kadang-kadang ibadah
sesama manusia seringkali kurang serius. Allah SWT mengingatkan dalam surat Al-
MaaHuun ayat 1-7 : "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang
menghardik anak yatim.Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka


celakalah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan ) barang berguna".

Qurban ini merupakan masalah ubudiyah yang bersifat sosial yang berhubungan dengan
sesama manusia dengan cara mengorbankan sebagian harta.

Maka qurban secara lughatan bahasa dengan berdasarkan pada surat Al-Maidah ayat 27
"Qurban" berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT, untuk mendapatkan ridho serta
mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT (surat Al-Kaustar) dengan memotong
hewan kurban, adalah untuk mendeka

tkan diri kepada Allah SWT. Memotong hewan kurban; unta, sapi, kerbau, dan kambing,
dengan tujuan taqwa kepada Allah. Ditegaskan dalam surat Al-Hajj : 37 : "daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridlaan) Allah tapi ketaqwaan
dari pada kamulah yang dapat mencapainya".

Waktu berkurban dimulai sejak tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah. Masa
memotong qurban pada tanggal 10 disebut "Yaumul nahar"yaitu hari untuk menyembelih
kurban. Sedangkan tanggal 11, 12, 13 dinamakan "yaumul tsyriq" Di luar waktu tersebut
bila kita memotong hewan dinamakan sedekah. Maka kalu niatnya berkurban harus
dilakukan padan waktu-waktu tersebut, yakni pada tanggal 10,11,12, dan 13 Dzulhijjah.

Hukumnya berkurban ada dua pendapat: Petama, wajib bagi orang yag mampu (kalau
dibelikan kambing tidak akan mengurangi kewajiban memberi nafkah kepada keluarga).
Menurut Mazhab di luar Syarii hukumnya sunnah mu’akadah. Adapun diwajibkan secara
mutlak yaitu kurban yang disebut Nadzar yang seseorang yang sudah meniatkan untuk
memotong hewan apabila niatnya terkabul.
Dasar kewajiban ibadah kurban juga berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW: "Barang
siapa mempunyai kesanggupan dan kemampuan (untuk berqurban) tapi tidak mau
berqurban maka janganlah dia mendekati Musholla kami".

Hadis ini merupakan suatu kritikan yang seolah-olah Nabi Muhammad SAW berkata:
"Kenapa kamu beribadah kepada Allah begitu tekun, tapi kenapa kamu tidak mau
berqurban padahal kamu memiliki harta yang berlebihan". Oleh karena itulah bagi yang
mampu hukumnya wajib untuk berqurban yakinlah bahwa apabila kita berqurban tidak
akan mengurangi kekayaan kita dan tidak akan membuat kita menjadi miskin.

Adapun binatang yang boleh untuk berqurban adalah unta, sapi, kerbau, dan kambing.
Kalau tidak mampu, memang tidak wajib. Diriwayatkan ada seorang sahabat yang miskin
yang tidak sanggup membeli seekor kambing, oleh karena itu dibolehkan hanya membeli
dagingnya saja untuk berqurban, tapi yang riel berqurban wujudnya memang seekor
binatang sebagaimana tersebut diatas.

Daging kurban boleh dibagikan kepada tiga asnap menurut syariat. Boleh dimakan
sekeluarga sendiri paling banyak 1/3 bagian, 1/3 bagian lagi untuk fakir miskin dan 1/3
bagian lagi untuk handai tolan dan kenalan. Boleh juga secara keseluruhan diserahkan


kepada panitia dan terserah panitia yang membagikannya. Bila hanya minta pahanya saja
bagi berqurban masih diperbolehkan asal bukan qurban nadzar.

Apa hikma ibadah kurban? Hikmahnya antara lain menggembirakan fakir-miskin. Sebab
tidak semua orang mampu makan dengan daging walau adanya di kota besar, masih
banyak kawan kita, saudara kita, tetangga kita yang makan daging sebulan sekali. Sehariharinya
hanya makan alakadarnya. Maka dianjurkan sekali bagi orang yang mampu untuk
berqurban dengan niat ikhlas kelak dikemudian hari akan mengantarkan kita menuju
surga yaitu binatang yang telah kita kurbankan, yang merupakan wujud amal salehnya.

Dalam hadis yang lain nabi Muhammad SAW bersabda : "Tiap-tiap rambut yang
dikurbankan adalah merupakan "Khair". Ungkapan "Khair" ini mengandung arti
keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan, kemurahan Allah dan kalau orang sudah
mendapatkan khairat maka berarti dia telah memperoleh segala-galanya dari Allah. Itulah
hikmah daripada ibadah qurban. Wallaahu 'alam bish-showab 
»»  READMORE...

Rabu, 16 Februari 2011

[Hikmah Maulid Nabi] Meneladani Akhlak Nabi Muhammad SAW

Setelah Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya – tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, “Ceritakan padaku akhlak Muhammad!”. Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.
Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi.
Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, “Ceritakan padaku keindahan dunia ini!.” Badui ini menjawab, “Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini….” Ali menjawab, “Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)”

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam yang sering disapa “Khumairah” oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur’an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur’an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam itu bagaikan Al-Qur’an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur’an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu’minun [23]: 1-11.
Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.
Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, Aisyah hanya menjawab, “Ah semua perilakunya indah.” Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. “Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, ‘Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.’” Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.
Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, “Mengapa engkau tidur di sini?” Nabi Muhammmad menjawab, “Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.” Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam mengingatkan, “berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya.” Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.
Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam memanggilnya. Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam tersebut.
Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.
Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam selalu memujinya. Abu Bakar- lah yang menemani Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam sakit. Tentang Umar, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pernah berkata, “Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta’wil) mimpimu itu? Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam menjawab “ilmu pengetahuan.”
Tentang Utsman, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam sangat menghargai Utsman karena itu Utsman menikahi dua putri Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, hingga Utsman dijuluki Dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. “Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.” “Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik.”
Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah…ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.
Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam. Buktinya, dalam Al-Qur’an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam, Allah menyapanya dengan “Wahai Nabi”. Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.
Para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam. Mereka ingin Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: “Angkat Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin.” Kata Umar, “Tidak, angkatlah Al-Aqra’ bin Habis.” Abu Bakar berkata ke Umar, “Kamu hanya ingin membantah aku saja,” Umar menjawab, “Aku tidak bermaksud membantahmu.” Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya” (QS. Al-Hujurat 1-2)
Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, “Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia.” Umar juga berbicara kepada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam.
Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi’ah. Ia berkata pada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, “Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami”
Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam bertanya, “Sudah selesaikah, Ya Abal Walid?” “Sudah.” kata Utbah. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.
Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan sebenarnya adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!
Ketika Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam bahwa Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam? “Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu.” Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam telah menyerap di sanubari kita atau tidak.
Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berkata pada para sahabat, “Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!” Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini.” Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap “membereskan” orang itu. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun melarangnya. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam keheranan ketika Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam berikan pada mereka.
Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berkata, “Lakukanlah!”
Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dan memeluk Nabi seraya menangis, “Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah”. Seketika itu juga terdengar ucapan, “Allahu Akbar” berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam sebelum Allah memanggil Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam ke hadirat-Nya.
Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia? Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Na’udzu billah…..
Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam ketika saat haji Wada’, di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, “Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?” Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam melanjutkan, “Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah kusampaikan pada kalian wahyu dari Allah…..?” Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, “Benar ya Rasul!”
Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, “Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah!”. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam. “Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah”
»»  READMORE...

Selasa, 15 Februari 2011

Hakikat Jihad

Jihad melawan hawa nafsu, meliputi empat masalah. Pertama. Berjihad melawan hawa nafsu dalam mencari dan mempelajari kebenaran dan agama yang haq. Kedua. Berjihad melawan hawa nafsu dalam mengamalkan ilmu yang telah didapatkan. Ketiga. Berjihad melawan hawa nafsu dalam mendakwahkan ilmu dan agama yang haq. Keempat. Berjihad melawan hawa nafsu dengan bersabar dalam mencari ilmu, beramal dan dalam berdakwah.
Adapun berjihad melawan setan bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama. Berjihad melawan setan dengan menolak setiap apa yang dilancarkan setan yang berupa syhubhat dan keraguan yang bisa mencederai keimanan. Kedua. Berjihad melawan setan dengan menolak setiap apa yang dilancarkan setan dan keinginan-keinginan hawa nafsu yang merusak. Sedangkan jihad melawan orang-orang fasik, pelaku kezhaliman, pelaku bid’ah dan pelaku kemungkaran, meliputi tiga tahapan. Yaitu dengan tangan apabila mampu. Jika tidak mampu, maka dengan lisan. Dan jika tidak mampu juga, maka dengan hati, yang setiap kaum Muslimin wajib melakukannya.
»»  READMORE...